Eksistensi Musik Tradisional di Era Modern
Attribution: Tropenmuseum of the Royal Tropical Institute (KIT) |
Di zaman serba modern ini, musik terus berkembang dan genre baru pun tercipta seiring perkembangan teknologi. Musik merupakan bagian dari kebudayaan manusia yang tidak lepas dari kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, musik menjadi suatu kebutuhan tersendiri.
Dipicu oleh kebutuhan tersebut, terciptalah genre musik baru yang lebih modern untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Sayangnya, musik tradisional mulai ditinggalkan dan tidak lagi dianggap sebagai primadona.
Tersingkirnya musik tradisional tentu tidak lepas dari pengaruh globalisasi. Di era komunikasi ini, tidak ada lagi batas antar negara karena informasi bisa disebarkan ke berbagai tempat hanya dalam hitungan detik.
Trend musik saat ini didominasi oleh Barat. Ya, tidak jarang kita melihat penyanyi atau musik yang melantukan lagu dengan gaya westernisasi. Tidak terkecuali, Indonesia juga terpengaruh oleh derasnya arus globalisasi ini. Anak muda pun mengandrungi musik luar.
Tidak ada yang salah dengan trend saat ini, dimana anak muda lebih memilih musik modern. Di tengah-tengah gempuran media yang hampir tidak memiliki filter, tentunya hal ini sangat sulit untuk dihindari. Selain itu, ada 3 faktor penting yang mempengaruhi kecenderungan anak muda untuk meninggalkan musik tradisional.
modern music |
Yang pertama adalah faktor packaging dari musik itu sendiri. Ibarat memasarkan sebuah produk, tentunya kemasan merupakan hal pertama yang dinilai oleh konsumen. Begitu pula dengan musik tradisional. Kemasan yang terlalu kaku dan tidak peka terhadap kemajuan zaman, akan sulit untuk mendapat perhatian lebih.
Dukungan Pemerintah merupakan faktor penting kedua. Sejauh mana keberanian Pemerintah dalam membatasi konten media, sejauh itu pula arus modernisasi dapat diredam.
Selain itu, selama Pemerintah tidak memberikan dukungan terhadap musisi untuk mempromosikan musiknya ke negara lain, maka akan sulit untuk musisi musik tradisional mendapatkan apresiasi. Tragis memang, tidak ada akses untuk promosi ke belahan dunia lain, namun di negeri sendiri dibiarkan sekarat.
Faktor ketiga, tentunya adalah lingkungan. Tidak perlu panjang lebar menjelaskan tentang ini. Coba anda ingat-ingat, seberapa banyak teman anda semasa sekolah yang tidak malu mengakui dirinya menggandrungi musik tradisional?
Sundanese gamelan degung ensemble |
Modernisasi di bidang musik bukanlah hal baru. Tahun 60an hingga 70an, Indonesia sudah mengalami invasi musik barat. Pengaruh yang paling besar tentu saja dari The Rolling Stones dan The Beatles. Walaupun media internet belum sederas saat ini, namun musik Western sudah mampu menghipnotis anak muda saat itu.
Genre musik, Fashion dan Lifestyle Western menjadi kiblat baru. Kemunculan band The Rollies menjadi contoh keadaan saat itu, dimana musik modern sudah membius anak muda 60an.
Positifnya, dengan segala atribut modern, The Rollies saat itu masih peduli terhadap musik daerah. Hal ini dibuktikan dengan kolaborasi antara gamelan Sunda dengan musik mereka. Hal yang patut diapresiasi.
Contoh lainnya adalah Koes Ploes yang musiknya sangat dipengaruhi oleh The Beatles. Presiden Soekarno yang kala itu sangat concern terhadap arus westernisasi, sempat menyeret grup band ini ke penjara karena seringkali menyanyikan lagu dari John Lennon cs.
Ada nilai luhur yang terkandung dalam musik tradisional yang menjadi ciri khas budaya Indonesia. Dan, sudah menjadi tugas bagi pemuda untuk turut melestarikannya.
Img Source: unpad.ac.id |
Beberapa tahun lalu, tentu kita masih ingat peristiwa ketika Malaysia mencoba mengklaim angklung sebagai budaya mereka.
Tindakan ini tentu menjadi pukulan keras bagi Indonesia untuk menghargai budayanya sendiri. Sangat ironis!
Kita lebih senang memaki-maki tindakan bangsa lain ketika melakukan aksi klaim. Tapi anehnya justru tidak ada apresiasi terhadap kesenian budaya sendiri.
Pelestarian musik tradisional tentu harus diawali dengan kebanggaan terhadap kesenian tradisional sebagai jati diri. Bukan semata hanya jadi nasionalis dadakan atau pahlawan kesiangan yang sibuk mengkampanyekan slogan anti negara A atau B ketika "kecolongan" . Tindakan yang terlambat dan sia-sia.
Sebenarnya, eksistensi musik tradisional bisa lebih mudah diterima jika dipadukan bersama musik modern. Orang Jawa tentu sudah tidak asing lagi dengan musik campur sari. Aliran ini memadukan musik tradisional dan modern bersamaan dan menghasilkan genre baru yang lebih berterima.
Atau berkaca pada grup musik Jazz Krakatau, musik etnik tradisional bisa di-package secara elegan, skillful dan modern. Apresiasi terhadap grup musik yang dibentuk oleh Dwiki Dharmawan ini justru didapatkan dari negara lain.
Keberanian Bondan & Fade 2 Black memadukan keroncong dan rap, eksplorasi grup band Naif yang membawakan keroncong dengan gaya pop 60an serta kolaborasi band hardcore Burger Kill bersama musik tradisional Sunda (Karinding) adalah bukti, bahwa musik tradisional dapat berbaur dengan musik modern dengan kemasan yang menarik.
krakatau band |
Sekarang pekerjaan rumah bagi semua pihak untuk saling bersinergi. Musisi tradisional daerah harus lebih peka terhadap kemajuan teknologi, buat kemasan lagu daerah se-elegan mungkin.
Pemerintah harus berani membatasi konten media. Bukan berarti melarang, namun memberikan keseimbangan melalui otoritas, sehingga media TV memberikan kesempatan bagi musisi tradisional untuk mengedukasi masyarakat.
Pemerintah juga dituntut untuk aktif dalam memberikan program promosi musik tradisional ke luar negeri. Bisa melalui festival, membangun gedung kesenian bertaraf internasional dan menjadikan musik tradisional sebagai paket dari program kepariwisataan.
Yang terakhir tentu saja mengedukasi anak-anak muda untuk lebih melek musik tradisional. Dengan memperbanyak festival kesenian di kampus-kampus, kemudian membuat acara rutin kolaborasi musik modern dan daerah
Jika semua faktor ini terpenuhi, maka musik tradisional Indonesia akan berbicara banyak bukan hanya di tanah air, bahkan lebih jauh di seluruh dunia.